Jumat, 15 Mei 2009

NILAI 1 TALENTA

NILAI 1 TALENTA

Saya pindah dari daerah ke Jakarta sekitar 20 tahun yang lalu. Ketika itu Saya baru saja beranjak dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Di Jakartalah Saya mengenal dunia gereja dan belajar melayani Tuhan. Belajar berorganisasi dengan menjadi pengurus bidang remaja. Meski dari tahun ke tahun jabatan Saya “hanya” seksi perlengkapan saja (maklum anak bawang) namun, Saya senang dan merasa terhormat bisa menjadi bagian dari sebuah pelayanan. Rasa senang dan terhormat ini sebagian karena senang bisa dipakai Tuhan, dan sebagian lain karena bangga (yang lahir dari minder khas anak daerah yang culun) bisa memiliki teman dan diterima oleh anak-anak kota Jakarta.
Pada masa itu Saya beranggapan karunia yang paling hebat itu menyanyi di dalam vokal grup. Kenapa bukan khotbah? Karena Saya beranggapan khotbah itu cuma bisa dilakukan oleh pendeta, lagipula Saya gagap dan tidak berani membayangkan berdiri di mimbar dan berkhotbah, mau ngomong apa Saya? Pasti baru dua tiga patah kata pasti sudah bingung mau ngomong apa lagi. Boro-boro khotbah, berdiri dan ngomong di depan rapat aja Saya gemetaran, apalagi khotbah di hadapan banyak orang, wiiiihh takut ah! Khotbah terlalu sulit, terlalu suci dan mulia buat Saya. Itu bagiannya pendeta. Beda dengan menyanyi vokal grup. Karena rame-rame nyanyinya Saya tidak takut.
Tapi apa mau dikata, Saya tidak bisa menyanyi, suara Saya terlalu sumbang untuk bernyanyi. Hal yang paling mudah di dunia, tinggal buka mulut dan bersenandung, Saya tidak bisa lakukan. Saya cuma bisa menonton dengan sedih menyaksikan teman-teman menjadi juara dalam salah satu kejuaraan vokal grup (Saya dikeluarkan dari grup karena tidak bisa menyanyi) dan diundang menyanyi di perayaan natal di salah satu hotel ternama di jalan Jendral Sudirman Jakarta. Jujur bicara, hati Saya hancur dan kecewa dengan Tuhan, kenapa Tuhan tidak memberikan karunia apa-apa kepada Saya! Kenapa Saya tidak diberi barang 1 talentapun. I have nothing special in me!
Saya menghibur diri, ketika pembina remaja berkhotbah dan mengatakan bahwa setiap orang diberi minimal 1 talenta. Sejak hari itu Saya selalu bertanya kepada Tuhan, apa talenta Saya? Singkat cerita, Kami masing-masing pengurus diberi kesempatan untuk membawakan renungan singkat di ibadah doa remaja, lalu satu persatu diberi kesempatan untuk berkhotbah di ibadah raya remaja. Dari sinilah perlahan-lahan Saya tahu satu karunia yang Tuhan berikan kepada Saya, yaitu berkhotbah. Dengan satu talenta ini (berkhotbah) Saya pergi ke banyak tempat dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Dengan satu talenta ini, Saya dapat melayani ke luar negeri. Dengan satu talenta ini banyak kesempatan terbuka buat Saya. Dengan satu talenta ini minder Saya perlahan-lahan pupus dan berganti dengan kepercayaan diri yang seimbang dari Roh Kudus.
Sungguh, kita seharusnya tidak meremehkan nilai 1 talenta. Perumpamaan tentang Talenta di dalam Matius 25:14-30, menggambarkan dua orang hamba melakukan yang terbaik dan satu orang hamba tidak melakukan yang terbaik, bahkan dia tidak melakukan apa-apa. Hamba yang memperoleh 5 dan 2 talenta segera melakukan yang terbaik dan menghasilkan yang terbaik dan mendapat apresiasi terbaik dari sang majikan. Sedangkan hamba yang hanya memperoleh satu talenta, segera menguburkan talentanya. Dia beranggapan satu talenta itu terlalu sedikit, padahal jika kita baca di kamus alkitab 1 talenta itu ukuran timbangan sebesar 3000 syikal = kurang lebih 34 kg. Dalam Perjanjian Baru ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya yaitu 6000 dinar. Sementara dinar sendiri adalah mata uang Romawi. 1 dinar adalah upah pekerja harian dalam satu hari (Mat.20:2). Bearti 1 talenta adalah upah pekerja selama 6000 hari kerja (-/+ 16,5 tahun kerja!) Jadi satu talenta bukanlah sesuatu yang sedikit jumlahnya.
Masalahnya bukan terletak pada berapa banyak talenta yang kita miliki, namun pada seberapa tekunnya kita menghargai dan mengembangkan talenta yang Tuhan berikan. Jika kita setia pada perkara kecil, maka Dia akan menambahkan kita dengan perkara-perkara besar.

Best Regards
J. Leo Imannuel