Jumat, 29 Agustus 2025

SIAPA YANG MENJAMAH AKU

"Siapa yang menjamah Aku?"

Ujar-Nya sambil memandang penuh selidik ke belakang.

Perempuan itu sangat ketakutan. 

Karena sebagai seorang dengan sakit pendarahan dianggap najis menurut hukum Taurat.

Imamat 15:19, 25 
19. Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. 

25. Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis.

Maka apapun yang disentuhnya akan menjadi najis, bahkan walaupun itu sebuah barang yang telah disentuhnya kemudian disentuh oleh orang lain, maka orang lain itu akan dianggap najis juga. 

Najis secara ritual atau seremonial.

Darah adalah lambang kehidupan (Imamat 17:11). Kehilangan darah sama dengan hilangnya hidup, itu artinya simbol kerusakan, kematian, dan ketidaksempurnaan.

Karena itu, seseorang yang terus-menerus mengeluarkan darah tidak dapat mengikuti ibadah di Bait Allah. Ia terisolasi dari komunitas keagamaan dan sosial.

Jadi, dengan menyentuh Yesus si perempuan telah menyebabkan Yesus menjadi najis.

Tidak heran dia menjadi sangat ketakutan karena perbuatannya yang dilakukan secara diam-diam diketahui oleh Yesus.

Namun, apa oleh buat si perempuan terpaksa melakukannya karena sudah putus asa.

Semua tabib telah didatanginya, hartanya habis, bukannya bertambah baik malah semakin parah (Markus 5:26).

Karena keadaannya dia tidak dapat menikah, kalaupun telah menikah dia terpaksa berpisah dari suaminya.

Sebagai umat Allah dia tidak dapat beribadah.

Hingga suatu hari dia mendengar berita-berita tentang Yesus (Markus 5:27), timbullah pengharapan di hatinya. 

Perempuan ini merasa harus berjumpa dengan Yesus, harus!

Keputusasaanya tanpa sadar telah menciptakan iman yang nekat di dalam hatinya..

Dia nekat menjamah jumbai jubah Yesus (Lukas 8:44).

Dan dia sembuh! 

Menurut KBBI jumbai berasal dari kata rumbai yang memiliki arti benda yang berjuntai seperti benang, rambut yang sama panjang dan diikat di ujungnya.

Jumbai diterjemahkan dari bahasa Yunani kraspedon, atau dalam bahasa Ibrani tzitzit.

Adalah perintah Tuhan di dalam Bilangan 15:38-39 dan Ulangan 22:12 agar orang Israel membuat jumbai-jumbai pada jubah mereka agar mereka senantiasa teringat kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya (Taurat).

Bagi orang Yahudi abad pertama, tzitzit adalah simbol kesetiaan kepada Taurat dan tanda identitas umat Allah.

Si perempuan yang sakit pendarahan itu tidak berani mendekat langsung ke tubuh Yesus (karena menurut Imamat 15, ia dianggap najis), sehingga ia memilih menjamah bagian yang secara simbolis paling suci dan penuh otoritas: ujung jubah-Nya, yaitu tzitzit.

Tindakan si perempuan menyentuh jumbai jubah Yesus menyiratkan sebuah tindakan iman, antara kain:

1. Iman akan kuasa Mesias
Orang Yahudi percaya bahwa Mesias akan datang membawa kesembuhan. 

Bahkan ada tradisi penafsiran dari Maleakhi 4:2
"Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang." 

Oleh sebagian rabi dipahami bahwa kuasa kesembuhan ada pada “ujung jubah-Nya” (sayap = kanaph, yang juga berarti sudut pakaian tempat tzitzit digantung).

Jadi, si perempuan telah menggenapkan nubuatan dalam Maleakhi.

2. Tindakan Iman
Dengan menyentuh tzitzit Yesus, perempuan itu sedang menyatakan keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan kuasa penyembuhan-Nya nyata bahkan pada simbol Taurat yang Ia kenakan.

3. Yesus sebagai penggenap Taurat
Momen itu memperlihatkan bahwa Yesus bukan hanya seorang rabi Yahudi biasa yang menaati Taurat, tetapi Dialah penggenapan hukum Taurat—bahkan tanda pengingat Taurat (tzitzit) itu menjadi saluran kuasa Allah bagi orang yang percaya.

Kembali kepada peristiwa sesaat setelah si perempuan menjamah jumbai jubah-Nya, Yesus segera berpaling dan bertanya:

"Siapa yang menjamah Aku?"

Karena tidak ada yang mengaku Petrus segera menjawab:

"Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau." Lukas 8:45

Sebuah pernyataan yang logis, namun Yesus merasakan hal yang berbeda, ini sentuhan berbeda, bukan karena kerumunan. 

"Ada seorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku." Lukas 8:46

Banyak orang berdesak-desakan dan menyentuh Yesus pada saat itu (Luk. 8:42).

Namun hanya satu sentuhan yang berbeda: sentuhan perempuan pendarahan itu.

Sentuhan orang banyak hanya secara fisik, tanpa iman, sementara sentuhan si perempuan lahir dari iman yang hidup, penuh pengharapan kepada kuasa Mesias yang secara otomatis
menghubungkan dirinya dengan kuasa Yesus.

Yesus tidak kehilangan kuasa secara pasif, melainkan kuasa itu mengalir dengan sengaja karena iman membuka jalan.

Kuasa Yesus bukan sihir atau otomatis bekerja melalui benda (seperti jubah), tetapi iman si perempuan menjadi saluran manifestasi kuasa Allah.

Perempuan itu awalnya hanya ingin sembunyi-sembunyi menjamah, seakan-akan mencari kesembuhan secara “diam-diam”.

Tetapi Yesus tidak membiarkan hal itu berhenti di kesembuhan fisik. 

Ia bertanya, “Siapa yang menjamah Aku?” untuk membawa perempuan itu kepada relasi pribadi dengan-Nya.

Ia ingin menunjukkan bahwa kesembuhan bukan hasil “kontak ajaib” dengan jubah, melainkan karena perjumpaan pribadi dengan Kristus melalui iman.

Lebih ajaib lagi kesembuhan ini  bukan hanya fisik, tetapi juga sosial dan rohani.

Dengan bersaksi di depan umum, perempuan itu dipulihkan statusnya di tengah masyarakat (tidak lagi najis).

Yesus kemudian mendeklarasikan:

"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk. 8:48)

Kata “menyelamatkan” (sōzō) tidak hanya berarti “menyembuhkan”, tapi juga “menyelamatkan” secara penuh.

Jadi, si perempuan bukan hanya sembuh secara fisik namun juga tahir secara sosial kemasyarakatan Yudaisme.

Dari harapan disembuhkan secara diam-diam menjadi sebuah perjumpaan ilahi yang mengubahkan kehidupan si perempuan.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Rabu, 06 Agustus 2025

LIMAPULUH

Menginjak usia lima puluh tahun ini kira-kira saya belajar apa ya?

Di pijakan bumi yang Tuhan pinjamkan, dengan segala atribut yang dititipkan-Nya, melalui waktu yang dipiutangkan-Nya kepada saya, apa yang saya telah pelajari?

Merenung!

Kontemplasi!

Introspeksi!

Refleksi!

Pertama-tama saya belajar, 
Ada hal-hal yang saya takutkan bakal terjadi ternyata tidak terjadi.

Saya besar dengan perasaan minder luar biasa karena lahir di keluarga miskin. 

Merasa tidak pandai dan piawai dalam segala hal. Tidak memiliki talenta apapun, setidaknya itulah anggapan saya dulu. 

Saya takut dengan masa depan, selalu gelisah karena merasa tak pasti akan hari esok.

Kontras dengan pencapaian saya hari ini.

Dapat menikahi perempuan tercantik di gereja

Bersamanya hampir 25 tahun dengan dua orang anak luar biasa yang beranjak dewasa. 

Menjadi gembala jemaat sebuah gereja lokal dengan jemaat yang luar biasa. 

Menjadi seorang pembicara yang pelayanannya telah merambah beberapa kota baik di Indonesia maupun luar negeri. 

Terpilih menjadi ketua sinode kala usia saya baru 43 tahun. 

Saya segera akan menyelesaikan pendidikan doktoral.

Dan masih banyak lagi pencapaian di masa depan. 

Exited menjalaninya.

Ini merupakan perjalanan bersama sahabat lama saya, Tuhan Yesus Kristus.

Dia menuntun hidup saya langkah demi langkah.

Kadang takut, lelah, khawatir mengikuti instruksi-Nya, namun saya tetap setia dan tidak pernah mundur.

Ini merupakan sebuah perjalanan iman!

Kedua, sekaligus saya juga diajari,
 
Ada juga hal-hal yang saya khawatirkan benaran terjadi.

Namun, ternyata semuanya mendidik dan membentuk karakter saya.

Jadi yaaah... Tidak terlalu buruklah.

Masih banyak tahun yang perlu saya jalani dengan tenang dan santai, karena berjalan bersama-Nya. 

Moto hidup saya adalah menjadi manusia pembelajar dalam kurun waktu terjatah agar kelak layak menghadap Sang Khalik. 

Saya masih seorang pelajar dari sekolah kehidupan yang dikepalasekolahi oleh Kristus sendiri, saya masih under construction, belum selesai dibentuk dan dibangunnya. 

Kala sedang ujian nikmatilah, seseram apapun itu nampaknya, setakut apapun rasanya, sekuatir apapun bentuknya jalani saja, jangan mundur apalagi berhenti lantas melarikan diri. 

Jangan ya dek, jangan! 

Karena itu akan membentuk karaktermu, menjadikanmu baru. 

Melaluinya Tuhan sedang meng-upload software baru ke dalam kesadaranmu, di dalam jiwamu, yang akan mengubahmu dari dalam keluar. 

Ketiga, saya belajar makna dari frasa this too will pass. 

Ya, semua pergumulan akan berlalu, kesusahan yang dialami hari ini akan menjadi sejarah. 

Nah, apakah akan menjadi sejarah manis yang layak dikenang dan diceritakan atau menjadi sebuah bentuk kekalahan memalukan yang menjadi aib dan penyesalan seumur hidup, tergantung cara kita meresponi tantangan yang ada. 

Tetap percaya dan bertahan atau melarikan diri? 

Bagi Saul, Goliat menjadi momok penyesalan seumur hidup, namun buat Daud, Goliat menjadi batu pijakan menuju takhta Israel. 

This too will pass, berlaku juga bagi kesuksesan.

Semua puja dan puji akan segera selesai, kemudian dilupakan orang. 

Semua bentuk keberhasilan akan berlalu, jangan bertahan di dalamnya, maju terus buat keberhasilan lainnya. 

Keempat, jangan membalas dendam. 

Ampuni saja. 

Orang yang memakimu sebenarnya sedang marah dengan dirinya sendiri. Kamu hanyalah pelampiasan dari kekecewaannya terhadap dirinya sendiri. 

Sekumpulan orang yang membicarakanmu dengan negatif hanyalah penonton di pinggir lapangan. 

Mereka tidak paham perjuanganmu. 

Tidak mengerti kesusahanmu. 

Tidak secara komprehensif memahami panggilan dan pergumulanmu. 

Bahkan sebagiab tidak ikut berjuang bersamamu. Hanya membeo saja. 

Rendah hatilah. 

Hanya orang rendah hati yang mampu mengampuni. 

Jangan terpengaruh omongan mereka. 

Cuek bebeklah dalam memegang teguh prinsip kebenaran, teruslah melangkah sesuai panggilan-Nya bagimu. 

Waktu akan berbicara. 

Tuhan akan membela. 

Jalan keredahhatian adalah jalan mulia yang tidak semua orang mau dan mampu menjalaninya, namun ini adalah jalan terbaik. 

Masih banyak lagi yang saya pelajari, namun akan terlalu panjang untuk dituliskan.

Mungkin nanti, esok atau lusa akan saya sambung. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)