"Siapa yang menjamah Aku?"
Ujar-Nya sambil memandang penuh selidik ke belakang.
Perempuan itu sangat ketakutan.
Karena sebagai seorang dengan sakit pendarahan dianggap najis menurut hukum Taurat.
Imamat 15:19, 25
19. Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam.
25. Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis.
Maka apapun yang disentuhnya akan menjadi najis, bahkan walaupun itu sebuah barang yang telah disentuhnya kemudian disentuh oleh orang lain, maka orang lain itu akan dianggap najis juga.
Najis secara ritual atau seremonial.
Darah adalah lambang kehidupan (Imamat 17:11). Kehilangan darah sama dengan hilangnya hidup, itu artinya simbol kerusakan, kematian, dan ketidaksempurnaan.
Karena itu, seseorang yang terus-menerus mengeluarkan darah tidak dapat mengikuti ibadah di Bait Allah. Ia terisolasi dari komunitas keagamaan dan sosial.
Jadi, dengan menyentuh Yesus si perempuan telah menyebabkan Yesus menjadi najis.
Tidak heran dia menjadi sangat ketakutan karena perbuatannya yang dilakukan secara diam-diam diketahui oleh Yesus.
Namun, apa oleh buat si perempuan terpaksa melakukannya karena sudah putus asa.
Semua tabib telah didatanginya, hartanya habis, bukannya bertambah baik malah semakin parah (Markus 5:26).
Karena keadaannya dia tidak dapat menikah, kalaupun telah menikah dia terpaksa berpisah dari suaminya.
Sebagai umat Allah dia tidak dapat beribadah.
Hingga suatu hari dia mendengar berita-berita tentang Yesus (Markus 5:27), timbullah pengharapan di hatinya.
Perempuan ini merasa harus berjumpa dengan Yesus, harus!
Keputusasaanya tanpa sadar telah menciptakan iman yang nekat di dalam hatinya..
Dia nekat menjamah jumbai jubah Yesus (Lukas 8:44).
Dan dia sembuh!
Menurut KBBI jumbai berasal dari kata rumbai yang memiliki arti benda yang berjuntai seperti benang, rambut yang sama panjang dan diikat di ujungnya.
Jumbai diterjemahkan dari bahasa Yunani kraspedon, atau dalam bahasa Ibrani tzitzit.
Adalah perintah Tuhan di dalam Bilangan 15:38-39 dan Ulangan 22:12 agar orang Israel membuat jumbai-jumbai pada jubah mereka agar mereka senantiasa teringat kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya (Taurat).
Bagi orang Yahudi abad pertama, tzitzit adalah simbol kesetiaan kepada Taurat dan tanda identitas umat Allah.
Si perempuan yang sakit pendarahan itu tidak berani mendekat langsung ke tubuh Yesus (karena menurut Imamat 15, ia dianggap najis), sehingga ia memilih menjamah bagian yang secara simbolis paling suci dan penuh otoritas: ujung jubah-Nya, yaitu tzitzit.
Tindakan si perempuan menyentuh jumbai jubah Yesus menyiratkan sebuah tindakan iman, antara kain:
1. Iman akan kuasa Mesias
Orang Yahudi percaya bahwa Mesias akan datang membawa kesembuhan.
Bahkan ada tradisi penafsiran dari Maleakhi 4:2
"Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang."
Oleh sebagian rabi dipahami bahwa kuasa kesembuhan ada pada “ujung jubah-Nya” (sayap = kanaph, yang juga berarti sudut pakaian tempat tzitzit digantung).
Jadi, si perempuan telah menggenapkan nubuatan dalam Maleakhi.
2. Tindakan Iman
Dengan menyentuh tzitzit Yesus, perempuan itu sedang menyatakan keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan kuasa penyembuhan-Nya nyata bahkan pada simbol Taurat yang Ia kenakan.
3. Yesus sebagai penggenap Taurat
Momen itu memperlihatkan bahwa Yesus bukan hanya seorang rabi Yahudi biasa yang menaati Taurat, tetapi Dialah penggenapan hukum Taurat—bahkan tanda pengingat Taurat (tzitzit) itu menjadi saluran kuasa Allah bagi orang yang percaya.
Kembali kepada peristiwa sesaat setelah si perempuan menjamah jumbai jubah-Nya, Yesus segera berpaling dan bertanya:
"Siapa yang menjamah Aku?"
Karena tidak ada yang mengaku Petrus segera menjawab:
"Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau." Lukas 8:45
Sebuah pernyataan yang logis, namun Yesus merasakan hal yang berbeda, ini sentuhan berbeda, bukan karena kerumunan.
"Ada seorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku." Lukas 8:46
Banyak orang berdesak-desakan dan menyentuh Yesus pada saat itu (Luk. 8:42).
Namun hanya satu sentuhan yang berbeda: sentuhan perempuan pendarahan itu.
Sentuhan orang banyak hanya secara fisik, tanpa iman, sementara sentuhan si perempuan lahir dari iman yang hidup, penuh pengharapan kepada kuasa Mesias yang secara otomatis
menghubungkan dirinya dengan kuasa Yesus.
Yesus tidak kehilangan kuasa secara pasif, melainkan kuasa itu mengalir dengan sengaja karena iman membuka jalan.
Kuasa Yesus bukan sihir atau otomatis bekerja melalui benda (seperti jubah), tetapi iman si perempuan menjadi saluran manifestasi kuasa Allah.
Perempuan itu awalnya hanya ingin sembunyi-sembunyi menjamah, seakan-akan mencari kesembuhan secara “diam-diam”.
Tetapi Yesus tidak membiarkan hal itu berhenti di kesembuhan fisik.
Ia bertanya, “Siapa yang menjamah Aku?” untuk membawa perempuan itu kepada relasi pribadi dengan-Nya.
Ia ingin menunjukkan bahwa kesembuhan bukan hasil “kontak ajaib” dengan jubah, melainkan karena perjumpaan pribadi dengan Kristus melalui iman.
Lebih ajaib lagi kesembuhan ini bukan hanya fisik, tetapi juga sosial dan rohani.
Dengan bersaksi di depan umum, perempuan itu dipulihkan statusnya di tengah masyarakat (tidak lagi najis).
Yesus kemudian mendeklarasikan:
"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk. 8:48)
Kata “menyelamatkan” (sōzō) tidak hanya berarti “menyembuhkan”, tapi juga “menyelamatkan” secara penuh.
Jadi, si perempuan bukan hanya sembuh secara fisik namun juga tahir secara sosial kemasyarakatan Yudaisme.
Dari harapan disembuhkan secara diam-diam menjadi sebuah perjumpaan ilahi yang mengubahkan kehidupan si perempuan.
#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)