Minggu, 08 Desember 2024
DIPAKAI TUHAN (Bagian Ketiga)
Sabtu, 07 Desember 2024
DIPAKAI TUHAN (Bagian Kedua)
Jumat, 06 Desember 2024
DIPAKAI TUHAN (Bagian Pertama)
Kamis, 19 Desember 2013
Selasa, 31 Juli 2012
Bapa, Pegang Tanganku……
Sabtu, 28 April 2012
I LOVE YOU
I love you.
Yang menabur, akan menuai
Taburlah kasih, maka kasih akan berlimpah pada waktu menuai tiba.
Setelah bertahun-tahun menikah dan punya anak, rasanya sungkan untuk bilang " I love You.. " padanya.
Alasannya jelas... terdengar kekanak-kanakan, dan tanpa debar-debar di dada seperti waktu pacaran. Kupikir mengucapkan "I love you “ akan terdengar kaku dan hambar.
Namun aku memutuskan untuk melakukannya.
Pertama kali aku perlu membulatkan tekad mengenyahkan rasa malu.
Suaraku terdengar agak serak, dan pelan. Ternyata untuk bisa memulainya perlu kerendahan hati juga, tapi akhirnya aku berhasil juga bilang: " I love you. " Dia hanya tersenyum.
Lalu lain kesempatan ku coba lagi bilang: "I love you."
Setelah beberapa kali aku mulai terbiasa, aku bisa mengucapkannya dengan santai.
Setelah terbiasa aku tidak lagi menunggu kesempatan, malah aku mulai cari kesempatan. Sambil meletakan piring makan untuknya aku sengaja berbisik cepat: "I love you"
atau sesaat sebelum tidur sambil membelai rambutnya aku bilang: "I love you " atau pagi hari saat membangunkannya aku akan memberinya hadiah sebuah kecupan dan bilang: "selamat pagi sayang" dan "I love you"
Beberapa waktu responnya hanya senyum. Di benakku sempat berpikir: "Apakah ada gunanya semua ini?"
Tapi aku memutuskan untuk tetap melanjutkannya.
Lewat beberapa waktu, responnya mulai berubah. Saat ku bilang: "I love you " dia menjawab: "iya" (mm.. Apa ini bisa di sebut sebuah kemajuan ??)
Lewat beberapa waktu lagi responnya ternyata semakin membaik, ia tidak hanya tersenyum dan menjawab “ iya,” tapi juga berkata: "I love you too"
Berulang kali ia berkata : "I love you too"
Lewat beberapa waktu ... aku tidak lagi bilang: "I love you."
Tapi dia yang bilang: "I love you" dan aku menjawab: "I love you too"
Akhir cerita, tidak masalah siapa duluan yang mulai mengucapkan "I love you"
Tapi bagi kami tiada hari yang terlewatkan tanpa mengucapkan “AKU CINTA PADAMU.”
Tentu saja kata-kata “I love you” bisa menjadi sebuah kalimat kosong. Dan mengucapkannya hanya sebagai bagian dari rutinitas yang menjemukan, bila tidak di renungkan maknanya, sambil sesekali mengenang detail kisah romantis dulu dan terus menciptakan momen-momen yang indah bersamanya di setiap kesempatan.
Take time to love and to be loved.
Mudah-mudahan dengan demikian kisah cinta kita seindah di dunia dongeng yang ending nya selalu: “…….. And they live happily ever after.”
Selasa, 18 Oktober 2011
BELAJAR MEMBERI
Acara dipimpin oleh MC dari retauran tersebut. Bak acara ulang tahun orang gedongan permainan demi permainan diadakan. Sang MC sangat ahli dan terlihat sudah sangat terbiasa memandu acara yang dihadiri oleh anak-anak. Terbukti anak-anak dan kami orang dewasa sangat tertarik mengikutinya. Kami sama-sama tertawa terbahak-bahak ketika ada yang lucu dari permainan itu, atau ketika sang MC mengajukan pertanyaan berupa lagu yang menjebak. Terlihat wajah-wajah berbahagia dari anak-anak tersebut. Lagi-lagi saya berpikir jangan-jangan ini acara meriah pertama yang mereka hadiri. Mungkin saja.
Selain acara permainan, kami juga memberikan sepatu, tas sekolah lengkap dengan buku tulis dan alat-alat tulis. Lengkaplah sudah kegembiraan mereka, kami sudah memberikan sukacita itu kepada mereka, itu yang saya pikirkan. Siapa nyana hari itu saya belajar tentang ketulusan memberi dari anak-anak kurang mampu ini.
Ketika giliran makan, para sukarelawan mengantarkan mereka satu-persatu untuk mecuci tangan, sebuah pendidikan kebersihan diri yang penting. Lalu mengantarkan mereka ke meja di mana sebagian dari kami sudah menyiapkan makanan berupa nasi, ayam goreng dan soft drink. Sebelum makan tidak lupa berdoa, bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas berkat-Nya. Setelah berdoa satu persatu mereka membuka kotak makanan di depan mereka. Kakak-kakak sukarelawan membantu mereka membuka kotaknya, sebagian dengan telaten membantu menguliti ayam goreng menjadi potongan-potongan kecil agar mudah masuk ke mulut-mulut mungil mereka dan mengunyahnya.
Istri saya memperhatikan seorang anak yang tidak membuka kotak makanannya, lalu memberitahu saya.
Dengan lembut saya bertanya: “Adik, kenapa tidak di makan? Sini Kakak bantu membuka kotaknya.”
Dengan gelengan perlahan si adik kecil menjawab: “Saya tidak mau makan, ini buat ibu di rumah.”
Saya dan istri menjadi tidak bisa berkata-kata alias speechless. Si kecil yang saya yakin seyakin-yakinnya tidak pernah makan makanan seperti itu, masih ingat kepada ibunya di rumah. Dengan tulus dia tidak memakan dan memilih untuk mempersembahkannya kepada sang bunda. Dia memilih diam dan mengilar melihat teman-temannya makan dengan lahap.
Saya jadi teringat kepada cerita Tuhan Yesus tentang pemberian seorang janda miskin yang tercatat di dalam injil Markus 12:41-44. Komentar Tuhan Yesus tentang pemberian janda tersebut yang secera jumlah sangat sedikit dibandingkan dengan pemberian orang-orang kaya adalah:
“Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Lukas 12:43-44
Janda itu memberi dari kekurangannya, dengan tulus dia memberi persembahan buat Tuhan. Tuhan melihat hati dan bukan jumlah persembahan. Manusia melihat jumlah dan bukan ketulusan hati si pemberi.
Kembali kepada si adik kecil. Dia memberi dengan ketulusan hatinya. Dia tahan lapar dan air liurnya demi sang ibu. Lain kali belum tentu dia dapat makan makanan seperti itu, minimal tidak dalam waktu dekat, namun dia rela memberi dari kekurangannya.
Ketika acara selesai ternyata banyak dari siswa-siswa TK tersebut yang tidak menghabiskan ayam goreng tersebut, dengan alasan akan dilanjutkan makannya buat sore, sayang jika dihabiskan cepat-cepat dan banyak dari mereka menyisakannya agar adik, kakak atau orang tuanya dapat mencicipi ayam goreng khas negeri Paman Sam tersebut.
Tanpa mereka sadari sesunggunya mereka sedang mengajari saya tentang makna memberi. Saya belajar dari ketulusan mereka. Saya belajar.