Rabu, 01 Oktober 2025

INTEGRITAS DAN KEBERANIAN

Bacaan Alkitab 
Yeremia 27:9, 14-17 
9. Mengenai kamu, janganlah kamu mendengarkan nabi-nabimu, juru-juru tenungmu, juru-juru mimpimu, tukang-tukang ramalmu dan tukang-tukang sihirmu yang berkata kepadamu: Janganlah kamu mau takluk kepada raja Babel!
14. Janganlah dengarkan perkataan nabi-nabi yang berkata kepadamu: Janganlah kamu mau takluk kepada raja Babel! Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu.
15. Sebab Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN, tetapi mereka bernubuat palsu demi nama-Ku, sehingga kamu Kucerai-beraikan dan menjadi binasa bersama-sama dengan nabi-nabi yang bernubuat kepadamu itu."
16. Juga kepada imam-imam dan kepada seluruh rakyat itu aku berbicara, kataku: "Beginilah firman TUHAN: Janganlah dengarkan perkataan nabi-nabimu yang bernubuat kepadamu: Sesungguhnya, perkakas-perkakas rumah TUHAN tidak berapa lama lagi akan dibawa kembali dari Babel! Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu. 
17. Janganlah kamu mendengarkan mereka, takluklah kepada raja Babel, maka kamu akan hidup. Mengapa kota ini harus menjadi reruntuhan? memperlihatkan kontras yang sangat jelas antara nabi sejati dengan nabi palsu. 

Nabi-nabi palsu berusaha menyenangkan hati pendengar dengan nubuat yang "indah didengar", menjanjikan pemulihan cepat, bebas dari penindasan, dan terhindar dari penderitaan. 

Namun Yeremia justru menyampaikan nubuat yang keras dan tidak populer, bangsa Yehuda harus tunduk kepada raja Babel. 

Hal ini menyingkapkan dua kualitas utama yang wajib dimiliki seorang nabi sejati sebagai penyambung lidah Tuhan, yaitu INTEGRITAS dan KEBERANIAN.

1. INTEGRITAS 
Hidup yang Selaras dengan Panggilan

Integritas adalah hal yang paling krusial bagi seorang nabi. 

Integritas berarti kesetiaan yang utuh kepada Allah dan firman-Nya saja, bukan kepada seorang raja, bangsawan, umat atau pengusaha. 

Hanya kepada Tuhan dan firman-Nya. 

Yeremia tidak berbicara untuk mencari muka atau menyenangkan manusia. 

Ia tidak memanipulasi firman demi keuntungan pribadi, melainkan menyampaikan apa adanya sesuai perintah Allah.

Karena seorang nabi adalah seorang penyambung lidah Tuhan kepada umat, bukan seorang yang harus menyenangkan hati umat. 

Dia wajib menyampaikan pesan Tuhan entahkah umat akan senang mendengarnya atau tidak. 

Integritas ini membuat seorang nabi layak dipercaya, bukan karena kata-katanya selalu menyenangkan, melainkan karena hidup dan pesannya konsisten dengan kehendak Allah. 

Yeremia tahu, sekalipun pesan yang ia sampaikan membuatnya dibenci dan ditolak, ia tetap harus berkata jujur karena ia bertanggung jawab di hadapan Tuhan, bukan di hadapan manusia.

Dalam pelayanan masa kini, integritas sangat penting. 

Seorang hamba Tuhan bisa saja tergoda untuk menyampaikan hal-hal yang sedang “tren”, “viral”, atau yang memuaskan telinga jemaat. 

Namun seorang pelayan sejati dipanggil untuk berbicara apa adanya, sesuai kebenaran firman, meski konsekuensinya tidak populer.

2. KEBERANIAN
Berani Melawan Arus

Kualitas kedua yang wajib dimiliki oleh seorang nabi adalah keberanian. 

Keberaniannya untuk menyampaikan firman Tuhan, terutama ketika pesannya tidak menyenangkan telinga umat. 

Keberanian Yeremia tampak jelas ketika ia berdiri sendirian melawan suara mayoritas nabi palsu yang meninabobokan umat. 

Nubuat Yeremia bukan hanya berbeda, tetapi juga berisiko tinggi, karena bisa dianggap tidak patriotik atau bahkan menghina bangsa sendiri. 

Namun ia tetap taat karena lebih takut kepada Allah daripada manusia.

Keberanian seorang nabi sejati bukanlah keberanian kosong, melainkan lahir dari keyakinan bahwa hidupnya ada di tangan Allah. 

Inilah yang membuat Yeremia sanggup menghadapi tekanan, cemoohan, bahkan ancaman mati, demi menyampaikan kebenaran.

Demikian juga bagi kita, keberanian diperlukan untuk tetap teguh di tengah arus dunia yang sering menolak kebenaran. 

Tidak mudah untuk bersuara berbeda, apalagi ketika mayoritas memilih jalan kompromi. 

Tetapi bila kita sungguh menaruh hidup kita di tangan Tuhan, keberanian akan lahir dari iman, bukan dari kekuatan diri sendiri.

Yeremia menjadi teladan seorang nabi sejati, dia berintegritas dan berani. 

Ia tidak pernah mencari perkenanan manusia, melainkan hanya berkenan di hadapan Tuhan.

Kiranya kita semua, terutama saya sendiri, belajar dari Yeremia untuk menjadi hamba Tuhan yang tidak memandang muka, tidak mencari kepentingan pribadi, tidak mengorbankan integritas, dan berani menyampaikan kebenaran meski tidak populer. 

Sebab pada akhirnya, yang terpenting bukanlah apakah manusia menyukai kita, tetapi apakah Tuhan berkenan kepada kita.

Kedua kualitas ini wajib dimiliki oleh seorang nabi atau pelayan firman. 

Integritas membuatnya layak berbicara dan dapat dipercaya oleh umat, dan keberanian yang lahir dari hidup yang penuh integritas membuatnya bebas berbicara kepada umat apapun pesannya. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Jumat, 29 Agustus 2025

SIAPA YANG MENJAMAH AKU

"Siapa yang menjamah Aku?"

Ujar-Nya sambil memandang penuh selidik ke belakang.

Perempuan itu sangat ketakutan. 

Karena sebagai seorang dengan sakit pendarahan dianggap najis menurut hukum Taurat.

Imamat 15:19, 25 
19. Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. 

25. Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis.

Maka apapun yang disentuhnya akan menjadi najis, bahkan walaupun itu sebuah barang yang telah disentuhnya kemudian disentuh oleh orang lain, maka orang lain itu akan dianggap najis juga. 

Najis secara ritual atau seremonial.

Darah adalah lambang kehidupan (Imamat 17:11). Kehilangan darah sama dengan hilangnya hidup, itu artinya simbol kerusakan, kematian, dan ketidaksempurnaan.

Karena itu, seseorang yang terus-menerus mengeluarkan darah tidak dapat mengikuti ibadah di Bait Allah. Ia terisolasi dari komunitas keagamaan dan sosial.

Jadi, dengan menyentuh Yesus si perempuan telah menyebabkan Yesus menjadi najis.

Tidak heran dia menjadi sangat ketakutan karena perbuatannya yang dilakukan secara diam-diam diketahui oleh Yesus.

Namun, apa oleh buat si perempuan terpaksa melakukannya karena sudah putus asa.

Semua tabib telah didatanginya, hartanya habis, bukannya bertambah baik malah semakin parah (Markus 5:26).

Karena keadaannya dia tidak dapat menikah, kalaupun telah menikah dia terpaksa berpisah dari suaminya.

Sebagai umat Allah dia tidak dapat beribadah.

Hingga suatu hari dia mendengar berita-berita tentang Yesus (Markus 5:27), timbullah pengharapan di hatinya. 

Perempuan ini merasa harus berjumpa dengan Yesus, harus!

Keputusasaanya tanpa sadar telah menciptakan iman yang nekat di dalam hatinya..

Dia nekat menjamah jumbai jubah Yesus (Lukas 8:44).

Dan dia sembuh! 

Menurut KBBI jumbai berasal dari kata rumbai yang memiliki arti benda yang berjuntai seperti benang, rambut yang sama panjang dan diikat di ujungnya.

Jumbai diterjemahkan dari bahasa Yunani kraspedon, atau dalam bahasa Ibrani tzitzit.

Adalah perintah Tuhan di dalam Bilangan 15:38-39 dan Ulangan 22:12 agar orang Israel membuat jumbai-jumbai pada jubah mereka agar mereka senantiasa teringat kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya (Taurat).

Bagi orang Yahudi abad pertama, tzitzit adalah simbol kesetiaan kepada Taurat dan tanda identitas umat Allah.

Si perempuan yang sakit pendarahan itu tidak berani mendekat langsung ke tubuh Yesus (karena menurut Imamat 15, ia dianggap najis), sehingga ia memilih menjamah bagian yang secara simbolis paling suci dan penuh otoritas: ujung jubah-Nya, yaitu tzitzit.

Tindakan si perempuan menyentuh jumbai jubah Yesus menyiratkan sebuah tindakan iman, antara kain:

1. Iman akan kuasa Mesias
Orang Yahudi percaya bahwa Mesias akan datang membawa kesembuhan. 

Bahkan ada tradisi penafsiran dari Maleakhi 4:2
"Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang." 

Oleh sebagian rabi dipahami bahwa kuasa kesembuhan ada pada “ujung jubah-Nya” (sayap = kanaph, yang juga berarti sudut pakaian tempat tzitzit digantung).

Jadi, si perempuan telah menggenapkan nubuatan dalam Maleakhi.

2. Tindakan Iman
Dengan menyentuh tzitzit Yesus, perempuan itu sedang menyatakan keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan kuasa penyembuhan-Nya nyata bahkan pada simbol Taurat yang Ia kenakan.

3. Yesus sebagai penggenap Taurat
Momen itu memperlihatkan bahwa Yesus bukan hanya seorang rabi Yahudi biasa yang menaati Taurat, tetapi Dialah penggenapan hukum Taurat—bahkan tanda pengingat Taurat (tzitzit) itu menjadi saluran kuasa Allah bagi orang yang percaya.

Kembali kepada peristiwa sesaat setelah si perempuan menjamah jumbai jubah-Nya, Yesus segera berpaling dan bertanya:

"Siapa yang menjamah Aku?"

Karena tidak ada yang mengaku Petrus segera menjawab:

"Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau." Lukas 8:45

Sebuah pernyataan yang logis, namun Yesus merasakan hal yang berbeda, ini sentuhan berbeda, bukan karena kerumunan. 

"Ada seorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku." Lukas 8:46

Banyak orang berdesak-desakan dan menyentuh Yesus pada saat itu (Luk. 8:42).

Namun hanya satu sentuhan yang berbeda: sentuhan perempuan pendarahan itu.

Sentuhan orang banyak hanya secara fisik, tanpa iman, sementara sentuhan si perempuan lahir dari iman yang hidup, penuh pengharapan kepada kuasa Mesias yang secara otomatis
menghubungkan dirinya dengan kuasa Yesus.

Yesus tidak kehilangan kuasa secara pasif, melainkan kuasa itu mengalir dengan sengaja karena iman membuka jalan.

Kuasa Yesus bukan sihir atau otomatis bekerja melalui benda (seperti jubah), tetapi iman si perempuan menjadi saluran manifestasi kuasa Allah.

Perempuan itu awalnya hanya ingin sembunyi-sembunyi menjamah, seakan-akan mencari kesembuhan secara “diam-diam”.

Tetapi Yesus tidak membiarkan hal itu berhenti di kesembuhan fisik. 

Ia bertanya, “Siapa yang menjamah Aku?” untuk membawa perempuan itu kepada relasi pribadi dengan-Nya.

Ia ingin menunjukkan bahwa kesembuhan bukan hasil “kontak ajaib” dengan jubah, melainkan karena perjumpaan pribadi dengan Kristus melalui iman.

Lebih ajaib lagi kesembuhan ini  bukan hanya fisik, tetapi juga sosial dan rohani.

Dengan bersaksi di depan umum, perempuan itu dipulihkan statusnya di tengah masyarakat (tidak lagi najis).

Yesus kemudian mendeklarasikan:

"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk. 8:48)

Kata “menyelamatkan” (sōzō) tidak hanya berarti “menyembuhkan”, tapi juga “menyelamatkan” secara penuh.

Jadi, si perempuan bukan hanya sembuh secara fisik namun juga tahir secara sosial kemasyarakatan Yudaisme.

Dari harapan disembuhkan secara diam-diam menjadi sebuah perjumpaan ilahi yang mengubahkan kehidupan si perempuan.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Rabu, 06 Agustus 2025

LIMAPULUH

Menginjak usia lima puluh tahun ini kira-kira saya belajar apa ya?

Di pijakan bumi yang Tuhan pinjamkan, dengan segala atribut yang dititipkan-Nya, melalui waktu yang dipiutangkan-Nya kepada saya, apa yang saya telah pelajari?

Merenung!

Kontemplasi!

Introspeksi!

Refleksi!

Pertama-tama saya belajar, 
Ada hal-hal yang saya takutkan bakal terjadi ternyata tidak terjadi.

Saya besar dengan perasaan minder luar biasa karena lahir di keluarga miskin. 

Merasa tidak pandai dan piawai dalam segala hal. Tidak memiliki talenta apapun, setidaknya itulah anggapan saya dulu. 

Saya takut dengan masa depan, selalu gelisah karena merasa tak pasti akan hari esok.

Kontras dengan pencapaian saya hari ini.

Dapat menikahi perempuan tercantik di gereja

Bersamanya hampir 25 tahun dengan dua orang anak luar biasa yang beranjak dewasa. 

Menjadi gembala jemaat sebuah gereja lokal dengan jemaat yang luar biasa. 

Menjadi seorang pembicara yang pelayanannya telah merambah beberapa kota baik di Indonesia maupun luar negeri. 

Terpilih menjadi ketua sinode kala usia saya baru 43 tahun. 

Saya segera akan menyelesaikan pendidikan doktoral.

Dan masih banyak lagi pencapaian di masa depan. 

Exited menjalaninya.

Ini merupakan perjalanan bersama sahabat lama saya, Tuhan Yesus Kristus.

Dia menuntun hidup saya langkah demi langkah.

Kadang takut, lelah, khawatir mengikuti instruksi-Nya, namun saya tetap setia dan tidak pernah mundur.

Ini merupakan sebuah perjalanan iman!

Kedua, sekaligus saya juga diajari,
 
Ada juga hal-hal yang saya khawatirkan benaran terjadi.

Namun, ternyata semuanya mendidik dan membentuk karakter saya.

Jadi yaaah... Tidak terlalu buruklah.

Masih banyak tahun yang perlu saya jalani dengan tenang dan santai, karena berjalan bersama-Nya. 

Moto hidup saya adalah menjadi manusia pembelajar dalam kurun waktu terjatah agar kelak layak menghadap Sang Khalik. 

Saya masih seorang pelajar dari sekolah kehidupan yang dikepalasekolahi oleh Kristus sendiri, saya masih under construction, belum selesai dibentuk dan dibangunnya. 

Kala sedang ujian nikmatilah, seseram apapun itu nampaknya, setakut apapun rasanya, sekuatir apapun bentuknya jalani saja, jangan mundur apalagi berhenti lantas melarikan diri. 

Jangan ya dek, jangan! 

Karena itu akan membentuk karaktermu, menjadikanmu baru. 

Melaluinya Tuhan sedang meng-upload software baru ke dalam kesadaranmu, di dalam jiwamu, yang akan mengubahmu dari dalam keluar. 

Ketiga, saya belajar makna dari frasa this too will pass. 

Ya, semua pergumulan akan berlalu, kesusahan yang dialami hari ini akan menjadi sejarah. 

Nah, apakah akan menjadi sejarah manis yang layak dikenang dan diceritakan atau menjadi sebuah bentuk kekalahan memalukan yang menjadi aib dan penyesalan seumur hidup, tergantung cara kita meresponi tantangan yang ada. 

Tetap percaya dan bertahan atau melarikan diri? 

Bagi Saul, Goliat menjadi momok penyesalan seumur hidup, namun buat Daud, Goliat menjadi batu pijakan menuju takhta Israel. 

This too will pass, berlaku juga bagi kesuksesan.

Semua puja dan puji akan segera selesai, kemudian dilupakan orang. 

Semua bentuk keberhasilan akan berlalu, jangan bertahan di dalamnya, maju terus buat keberhasilan lainnya. 

Keempat, jangan membalas dendam. 

Ampuni saja. 

Orang yang memakimu sebenarnya sedang marah dengan dirinya sendiri. Kamu hanyalah pelampiasan dari kekecewaannya terhadap dirinya sendiri. 

Sekumpulan orang yang membicarakanmu dengan negatif hanyalah penonton di pinggir lapangan. 

Mereka tidak paham perjuanganmu. 

Tidak mengerti kesusahanmu. 

Tidak secara komprehensif memahami panggilan dan pergumulanmu. 

Bahkan sebagiab tidak ikut berjuang bersamamu. Hanya membeo saja. 

Rendah hatilah. 

Hanya orang rendah hati yang mampu mengampuni. 

Jangan terpengaruh omongan mereka. 

Cuek bebeklah dalam memegang teguh prinsip kebenaran, teruslah melangkah sesuai panggilan-Nya bagimu. 

Waktu akan berbicara. 

Tuhan akan membela. 

Jalan keredahhatian adalah jalan mulia yang tidak semua orang mau dan mampu menjalaninya, namun ini adalah jalan terbaik. 

Masih banyak lagi yang saya pelajari, namun akan terlalu panjang untuk dituliskan.

Mungkin nanti, esok atau lusa akan saya sambung. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Minggu, 08 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Ketiga)

1 Samuel 17:38-39
38. Lalu Saul mengenakan baju perangnya kepada Daud, ditaruhnya ketopong tembaga di kepalanya dan dikenakannya baju zirah kepadanya.
39. Lalu Daud mengikatkan pedangnya di luar baju perangnya, kemudian ia berikhtiar berjalan, sebab belum pernah dicobanya. Maka berkatalah Daud kepada Saul: "Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya." Kemudian ia menanggalkannya. 

Ketika menghadap Saul berkenaan dengan tantangan Goliat dan menyampaikan maksudnya untuk melawannya, maka Saul mengenakan pakaian perang yang biasa dikenakan ketika seorang prajurit maju berperang.

Ketika Daud mencoba untuk berjalan dia kesulitan.

Maka Daud menanggalkan semuanya, memakai pakaiannya, meninggalkan pedang juga, mengambil batu dan sisa kisahnya kita tahu, bagaimana Daud mengalahkan Goliat dengan umban bukan dengan pakaian perang sebagaimana biasanya orang berperang.

Saul adalah gambaran lama, cara lama, metode lama yang secara naluri mencoba memaksakannya kepada Daud yang adalah generasi baru.

Goliat adalah sebuah tantangan baru yang tidak bisa dihadapi dengan metode lama.

Metode Daud lebih cocok meski out of the box.

Saul terlambat menyadari bahwa era baru sudah datang, era yang menurutnya agak nyeleneh, namun terbukti cespleng.

Jangan juga meremehkan metode lama, cara-cara lama, nilai-nilai lama, kita dapat belajar darinya, walau bagaimanapun mereka telah berjasa meletakkan pondasi kuat di mana kita berjejak hari ini.

Namun, sekarang adalah waktumu, eramu, saatmu.

Kembangkanlah itu, jangan ikuti yang lama, terpenjara oleh aturan lama, belajar darinya, ikuti Tuhan bukan ikuti cara lama.

Tuhan memiliki hal-hal baru untuk diberikan, hal-hal yang cocok untuk generasimu.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Sabtu, 07 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Kedua)

1 Samuel 16:7, 12 
7. Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 
12. Kemudian disuruhnyalah menjemput dia. Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." 

Daud tidak memiliki tampang untuk menjadi raja, setidaknya demikianlah anggapan Samuel, namun Tuhan memilihnya. 

1 Samuel 13:14 
Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."  

Frasa 'seorang yang berkenan di hati-Nya' dalam Alkitab bahasa Inggrisnya adalah "a man after his own heart" yang berarti adalah sebuah idiom yang merujuk pada seseorang yang memiliki nilai, minat, atau keyakinan yang serupa dengan orang lain.

Idiom ini mengisyaratkan adanya hubungan yang erat dan pemahaman mendalam antara kedua individu tersebut, dalam konteks ini adalah Daud dan Tuhan. 

Mungkin karena Daud seorang penyembah sehingga beliau memiliki kualifikasi demikian. 

Seorang penyembah akan menghabiskan banyak waktu bersama Tuhan, disinilah proses membangun hubungan yang kuat terjalin, ketika inilah proses memiliki hati Tuhan terbentuk di dalam diri Daud. 

Semua itu adanya di dalam hati. 

Tuhan melihat hati. 

Tuhan melihat potensi.

Akan jadi apa kita ditangan-Nya.

Apakah kita berpotensi tahan godaan? 

Apakah kita memiliki kerendahan hati untuk selalu berpaling kepada-Nya dalam segala situasi dan kondisi? 

Apakah kita tahan dalam proses-Nya? 

Tidak masalah jika belum mampu, usah juga khawatir jika belum bisa, jangan kecil hati jika belum mumpuni. 

Segala kemampuan toh Dia yang beri. 

Jadilah bejana yang selalu siap dipakai-Nya. 

Tuhan akan memperlengkapi dengan karunia yang diperlukan, mendukung dengan situasi dan kondisi - yang seringkali tidak baik - yang akan membentuk kita, mengirimkan orang-orang yang mendukung maupun berpura-pura baik.

Semuanya dilakukan-Nya untuk mempersiapkan kita bagi tugas pelayanan yang Dia embankan kepada kita.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Jumat, 06 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Pertama)

1 Samuel 16:6
Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." 

Kata 'sungguh' di ayat 6 berasal dari bahasa Ibrani 'ak yang menurut Strong merupakan partikel penegasan, benar-benar, sesungguhnya. 

Jadi, Samuel hakul yakin Eliab orang yang dipilih Tuhan menggantikan Saul. 

Darimana Samuel berpikir demikian?

Pola.

1 Samuel 9:2
Orang ini ada anaknya laki-laki, namanya Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorang pun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya. 

1 Samuel 10:23
Berlarilah orang ke sana dan mengambilnya dari sana, dan ketika ia berdiri di tengah-tengah orang-orang sebangsanya, ternyata ia dari bahu ke atas lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya.

Sebuah pola yang telah terbangun di dalam diri Samuel bahwa seorang yang berperawakan elok dan tinggi besar pastilah seorang raja.

Menurut KBBI 'pola' bermakna sistem atau cara kerja.

Padanannya dalam bahasa Inggris adalah 'pattern' yang menurut Merriam-Webster bermakna  a form or model proposed for imitation (bentuk atau model yang diusulkan untuk ditiru). 

Jadi, karena pertama Allah telah memilih Saul seseorang berperawakan elok dan tinggi besar maka Samuel berpikir kali inipun Tuhan akan melakukan hal yang sama. 

Di sinilah Samuel salah.

Tuhan mengingatkan Samuel di ayat 7
Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Tuhan tidak pernah bekerja dengan cara yang sama dua kali. 

Hanya karena Tuhan pernah bekerja dengan cara itu bukan berarti Dia selalu memakai cara tersebut. 

Jangan terlalu terbebani oleh masa lalu. 

Kita bisa belajar dari masa lalu, belajar dari berbagai kesalahan dan kemajuan yang telah dicapai, namun jangan terjebak oleh polanya, bahwa mesti wajib harus seperti itu.

Tidak mesti demikian. 

Pasti ada sentuhan yang berbeda, ada modifikasi bahkan mungkin rombak total. 

Tuhan bekerja dengan cara-cara yang berbeda pada setiap generasi dengan orang-orang yang berbeda pula. 

Temukan kehendak-Nya buat diri dan generasi kita, bergeraklah sesuai pola-Nya. 

#KiraKiraBegitu 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 19 Desember 2013