Minggu, 08 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Ketiga)

1 Samuel 17:38-39
38. Lalu Saul mengenakan baju perangnya kepada Daud, ditaruhnya ketopong tembaga di kepalanya dan dikenakannya baju zirah kepadanya.
39. Lalu Daud mengikatkan pedangnya di luar baju perangnya, kemudian ia berikhtiar berjalan, sebab belum pernah dicobanya. Maka berkatalah Daud kepada Saul: "Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya." Kemudian ia menanggalkannya. 

Ketika menghadap Saul berkenaan dengan tantangan Goliat dan menyampaikan maksudnya untuk melawannya, maka Saul mengenakan pakaian perang yang biasa dikenakan ketika seorang prajurit maju berperang.

Ketika Daud mencoba untuk berjalan dia kesulitan.

Maka Daud menanggalkan semuanya, memakai pakaiannya, meninggalkan pedang juga, mengambil batu dan sisa kisahnya kita tahu, bagaimana Daud mengalahkan Goliat dengan umban, bukan dengan pakaian perang sebagaimana biasanya orang berperang.

Saul adalah gambaran lama, cara lama, metode lama yang secara naluri mencoba memaksakannya kepada Daud yang adalah generasi baru.

Goliat adalah sebuah tantangan baru yang tidak bisa dihadapi dengan metode lama.

Metode Daud lebih cocok meski out of the box.

Saul terlambat menyadari bahwa era baru sudah datang, era yang menurutnya agak nyeleneh, namun terbukti cespleng.

Jangan juga meremehkan metode lama, cara-cara lama, nilai-nilai lama, kita dapat belajar darinya, walau bagaimanapun mereka berjasa telah meletakkan pondasi kuat di mana kita berjejak hari ini.

Namun, sekarang adalah waktumu, eramu, saatmu.

Kembangkanlah itu, jangan ikuti yang lama, terpenjara oleh aturan lama, belajar darinya, ikuti Tuhan bukan ikuti cara lama.

Tuhan memiliki hal-hal baru untuk diberikan, hal-hal yang cocok untuk generasimu.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Sabtu, 07 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Kedua)

1 Samuel 16:7, 12 
7. Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 
12. Kemudian disuruhnyalah menjemput dia. Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." 

Daud tidak memiliki tampang untuk menjadi raja, setidaknya demikianlah anggapan Samuel, namun Tuhan memilihnya. 

1 Samuel 13:14 
Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."  

Frasa 'seorang yang berkenan di hati-Nya' dalam Alkitab bahasa Inggrisnya adalah "a man after his own heart" yang berarti adalah sebuah idiom yang merujuk pada seseorang yang memiliki nilai, minat, atau keyakinan yang serupa dengan orang lain. Idiom ini mengisyaratkan adanya hubungan yang erat dan pemahaman mendalam antara kedua individu tersebut.

Mungkin karena Daud seorang penyembah sehingga beliau memiliki kualifikasi demikian. 

Seorang penyembah akan menghabiskan banyak waktu bersama Tuhan, disinilah proses membangun hubungan yang kuat terjalin, ketika inilah proses memiliki hati Tuhan terbentuk di dalam diri Daud. 

Semua itu adanya di dalam hati. 

Tuhan melihat hati. 

Tuhan melihat potensi.

Akan jadi apa kita ditangan-Nya.

Apakah kita berpotensi tahan godaan? 

Apakah kita memiliki kerendahan hati untuk selalu berpaling kepada-Nya dalam segala situasi dan kondisi? 

Apakah kita tahan dalam proses-Nya? 

Tidak masalah jika belum mampu, usah juga khawatir jika belum bisa, jangan kecil hati jika belum mumpuni. 

Segala kemampuan toh Dia yang beri. 

Jadilah bejana yang selalu siap dipakai-Nya. 

Tuhan akan memperlengkapi dengan karunia yang diperlukan, mendukung dengan situasi dan kondisi - yang seringkali tidak baik - yang akan membentuk kita, mengirimkan orang-orang yang mendukung maupun berpura-pura baik.

Semuanya dilakukan-Nya untuk mempersiapkan kita bagi tugas pelayanan yang Dia embankan kepada kita.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Jumat, 06 Desember 2024

DIPAKAI TUHAN (Bagian Pertama)

1 Samuel 16:6
Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." 

Kata 'sungguh' di ayat 6 berasal dari bahasa Ibrani 'ak yang menurut Strong merupakan partikel penegasan, benar-benar, sesungguhnya. 

Jadi, Samuel hakul yakin Eliab orang yang dipilih Tuhan menggantikan Saul. 

Darimana Samuel berpikir demikian?

Pola.

1 Samuel 9:2
Orang ini ada anaknya laki-laki, namanya Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorang pun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya. 

1 Samuel 10:23
Berlarilah orang ke sana dan mengambilnya dari sana, dan ketika ia berdiri di tengah-tengah orang-orang sebangsanya, ternyata ia dari bahu ke atas lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya.

Sebuah pola yang telah terbangun di dalam diri Samuel bahwa seorang yang berperawakan elok dan tinggi besar pastilah seorang raja.

Menurut KBBI 'pola' bermakna sistem atau cara kerja.

Padanannya dalam bahasa Inggris adalah 'pattern' yang menurut Merriam-Webster bermakna  a form or model proposed for imitation (bentuk atau model yang diusulkan untuk ditiru). 

Jadi, karena pertama Allah telah memilih Saul seseorang berperawakan elok dan tinggi besar maka Samuel berpikir kali inipun Tuhan akan melakukan hal yang sama. 

Di sinilah Samuel salah.

Tuhan mengingatkan Samuel di ayat 7
Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Tuhan tidak pernah bekerja dengan cara yang sama dua kali. 

Hanya karena Tuhan pernah bekerja dengan cara itu bukan berarti Dia selalu memakai cara tersebut. 

Jangan terlalu terbebani oleh masa lalu. 

Kita bisa belajar dari masa lalu, belajar dari berbagai kesalahan dan kemajuan yang telah dicapai, namun jangan terjebak oleh polanya, bahwa mesti wajib harus seperti itu.

Tidak mesti demikian. 

Pasti ada sentuhan yang berbeda, ada modifikasi bahkan mungkin rombak total. 

Tuhan bekerja dengan cara-cara yang berbeda pada setiap generasi dengan orang-orang yang berbeda pula. 

Temukan kehendak-Nya buat diri dan generasi kita, bergeraklah sesuai pola-Nya. 

#KiraKiraBegitu 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 19 Desember 2013

Selasa, 31 Juli 2012

Bapa, Pegang Tanganku……


Sering kita berdoa: “Bapa, pegang tanganku dan jangan lepaskan, ku tak dapat jalan sendiri”
Tapi tahukah Anda bahwa pegangan tangan Bapa, adalah sebuah genggaman yang penuh kasih dan bukan sesuatu yang menyakitkan, supaya kita dapat berjalan beriringan bersama Dia, dan bukannya malah menyeret kita sepanjang jalan.
Namun, sebagaimana sebuah genggaman tangan penuh kasih, tangan lainnya dapat dengan mudah melepaskan diri, dan ini seringkali kita lakukan manakala pesona dunia atau sebuah kekhawatiran bahkan ketakutan membuat kita merasa bahwa genggaman tangan ini membatasi gerak langkah kehidupan atau kita merasa genggaman tangan ini terlalu lemah sehingga tidak dapat diandalkan, dengan mudahnya kita melepaskan diri lalu berpegangan dengan genggaman lain yang kita anggap lebih bebas atau lebih mampu melindungi kita.

Atau sebagian kita berdoa: “Bapa, lindungi aku dalam naungan-Mu”
Bapa berkata bahwa Dia melindungi kita seperti melindungi biji mata-Nya sendiri. Memang, Bapa membangun sebuah perlindungan yang kokoh, yang musuh tidak dapat menerobosnya dari luar. Namun, ini bukanlah sebuah penjara, sehingga kita dapat keluar kapanpun kita suka. Dan perlindungan yang Bapa bangun tidaklah sound proof. Sehingga, musuh masih dapat mengirimkan suara-suara dari mulai rayuan yang menggoda sampai yang mengintimidasi, sehingga membuat kita berpikir bahwa naungan-Nya adalah sebuah penjara yang menghimpit dan membelenggu, bahkan sangat lemah sehingga kita mulai meragukan kebaikkan, karakter bahkan kuasa Bapa. Kita merasa dunia di luar lebih memuaskan. Maka perlahan namun pasti kita berjalan meninggalkan tempat naungan kita.

Seseorang mungkin beragumentasi: “Lalu, jika demikian. Bukankah Seharusnya Bapa memegang tangan kita lebih erat atau dia menempatkan penjaga yang melarang kita keluar!”
Satu hal yang kita perlu tahu tentang Bapa adalah bahwa Dia bukanlah seorang tirani pemaksa. Bapa adalah seorang pecinta sejati, yang telah membuktikannya dengan menyerahkan nyawa-Nya sendiri bagi manusia yang Dia cintai. Bapa menuntut cinta dan ketaatan dari kita.
Cinta sejati dan ketaatan bukanlah cinta sejati dan ketaatan tanpa disertai oleh pilihan untuk tidak mencintai dan untuk memberontak. Sebuah robot dapat diprogram untuk mengasihi dan mentaati programmernya. Namun, robot tidak dapat melakukan hal lain selain sebuah program yang diupload ke dalam dirinya.

Kita tidak bisa mencap seorang anak sebagai anak yang taat, hanya karena dia lebih memilih belajar sementara ia berada diantara begitu banyak mainan dan konsol permainan, dan di sudut ruangan ada ayahnya yang begitu galak sedang memegang rotan.
Namun, jika si anak memilih belajar, sementara orang tuanya bepergian dengan hanya meninggalkan pesan: “Nak, jangan main ya, belajar.” Dan diantara pilihan main dan belajar sang anak memilih untuk belajar. Baru dapat dikatakan sang anak adalah seorang anak yang patuh dan taat kepada orang tuanya.

Sang Putera, Yesus Kristus telah membuktikan kasih dan ketaatan kepada Bapa-Nya dengan memilih taat kepada kehendak Bapa daripada kehendak-Nya sendiri. Padahal Dia memiliki kesempatan untuk menolak cawan penderitaan yang ditawarkan kepada-Nya. Namun, cinta dan ketaatan-Nya kepada Bapa sangat sempurna sehingga Dia memilih untuk taat. Ketaatan yang demikianlah yang Dia tuntut dari kita. Dapatkah kita tetap mentaati-Nya? Tetap menggemgam tangan-Nya? Tetap tinggal dalam naungan-Nya? Meskipun dunia tampak lebih menjanjikan. Pilihan kita akan menentukan kualitas cinta dan ketaatan kita kepada-Nya.

Sebagian lain mungkin akan berkata: “kami sudah berusaha taat dan tetap tinggal dalam naungan Bapa, namun mengapa penderitaan dan kesusahan masih menghampiri kami? Tidakkah genggaman dan perlindungan-Nya cukup untuk melindungi kami dari semua itu?!”

Bapa adalah ayah yang baik. Sebagaimana ayah yang baik lainnya, Bapa tidak akan membiarkan kita menjadi anak manja yang kekanan-kanankan dan tidak kapabel. Anak manja tidak akan mewarisi kerajaan-Nya, hanya seorang putera yang dewasalah yang akan mewarisinya. Bapa tahu untuk dapat menjadi seorang dewasa maka Bapa mengizinkan kesusahan dan pergumulan menghampiri hidup kita. Dia mengerti betul prinsip “No Crown Without Cross”. Bahwa sebuah medali diperoleh melalui sebuah perjuangan. 

Seorang pahlawan diciptakan di medan perang. Karakter seseorang dibentuk melalui pilihan-pilihan yang dia buat, terutama yang dia buat didalam tekanan. Lihatlah para pahlawan-Nya yang kisah hidupnya tertulis di buku sejarah-Nya yang bernama alkitab. Adakah mereka semua orang-orang lemah dan manja? Tidak! Mereka semua adalah para pria dan wanita gagah perkasa yang dibentuk melalui kesukaran hidup. Yusuf harus mengalami fase menjadi budak dan penjara sebelum dia menjadi raja muda di Mesir. Musa harus mengalami tanah Midian sebelum berhasil memimpin dua juta orang Israel keluar dari tanah Mesir, Daud dikejar-kejar Saul sebelum dia dapat menggenggam takhta Israel di tangannya. Dan masih banyak contoh lainnya.

Tengoklah doa yang berupa puisi yang ditulis oleh Jendral Douglas MacArthur, panglima perang Amerika Serikat pada Perang Dunia ke-2 di Asia pacific, bagi anaknya yang kala itu baru berusia 14 tahun:

“Doa untuk Putraku”.
Tuhanku, jadikanlah anakku
seorang yang cukup kuat mengetahui kelemahan dirinya
berani menghadapi kala ia takut
yang bangun dan tidak runduk dalam kekalahan yang tulus
serta rendah hati dan penyantun dalam kemenangan

Oh Tuhan, jadikanlah anakku
seorang yang tahu akan adanya Engkau
dan mengenal dirinya, sebagai dasar segala pengetahuan

Ya Tuhan, bimbinglah ia
bukan di jalan yang gampang dan mudah
tetapi di jalan penuh desakan, tantangan dan kesukaran
Ajarilah ia: agar ia sanggup berdiri tegak di tengah badai
dan belajar mengasihi mereka yang tidak berhasil

Ya Tuhan jadikanlah anakku
seorang yang berhati suci, bercita-cita luhur
sanggup memerintah dirinya sebelum memimpin orang lain
mengejar masa depan tanpa melupakan masa lalu

Sesudah semuanya membentuk dirinya
aku mohon ya Tuhan
Rahmatilah ia, dengan rasa humor
sehingga serius tak berlebihan
berilah kerendahan hati, kesederhanaan dan kesabaran

Ini semua ya Tuhan
dari kekuatan dan keagungan Mu itu
jika sudah demikian Tuhanku
beranilah aku berkata:

“Tak sia-sia hidup sebagai bapaknya”

Build me a son, O Lord, who will be strong enough to know when he is weak, and brave enough to face himself when he is afraid; one who will be proud and unbending in honest defeat, and humble and gentle in victory.
Build me a son whose wishbone will not be where his backbone should be; a son who will know Thee….Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort, but under the stress and spur of difficulties and challenge. Here let him learn to stand up in the storm; here let him learn compassion for those who fail.
Build me a son whose heart will be clean, whose goal will be high; a son who will master himself before he seeks to master other men; one who will learn to laugh, yet never forget how to weep; one who will reach into the future, yet never forget the past.
And after all these things are his, add, I pray, enough of a sense of humor, so that he may always be serious, yet never take himself too seriously. Give him humility, so that he may always remember the simplicity of greatness, the open mind of true wisdom, the meekness of true strength.
Then I, his father, will dare to whisper, “I have not lived in vain.”

Sabtu, 28 April 2012

I LOVE YOU

Cerita berikut dikirimkan oleh seorang sahabat kami dan merupakan kisah nyata di dalam pernikahannya. Sahabat kami ini diam-diam memiliki bakat menulis sesuatu yang puitis........ Kisah ini begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. Atas seijinnya saya publish di Facebook dan blog saya leoimannuel.blogspot,com, dengan beberapa penambahan atau pengurangan minor yang tidak berarti dan yang pasti tidak mengurangi tulisan aslinya. Semoga dapat menjadi berkat.

I love you.

Yang menabur, akan menuai
Taburlah kasih, maka kasih akan berlimpah pada waktu menuai tiba.

Setelah bertahun-tahun menikah dan punya anak, rasanya sungkan untuk bilang " I love You.. " padanya.
Alasannya jelas... terdengar kekanak-kanakan, dan tanpa debar-debar di dada seperti  waktu pacaran. Kupikir mengucapkan  "I love you “ akan terdengar kaku dan hambar.
Namun aku memutuskan untuk melakukannya.

Pertama kali aku perlu membulatkan tekad mengenyahkan rasa malu.
Suaraku terdengar agak serak, dan pelan. Ternyata untuk bisa memulainya  perlu kerendahan hati juga, tapi akhirnya aku berhasil juga bilang: " I love you. " Dia hanya tersenyum.
Lalu lain kesempatan ku coba lagi bilang:  "I love you."
Setelah beberapa kali aku mulai terbiasa, aku bisa mengucapkannya dengan santai.

Setelah terbiasa aku tidak lagi menunggu kesempatan, malah aku mulai cari kesempatan. Sambil meletakan piring makan untuknya aku sengaja berbisik cepat: "I love you"
atau sesaat sebelum tidur sambil membelai rambutnya aku bilang:  "I love you "  atau pagi‎ hari saat membangunkannya  aku akan memberinya hadiah  sebuah kecupan dan bilang:  "selamat pagi sayang" dan "I love you"
Beberapa waktu responnya hanya senyum. Di benakku sempat berpikir:  "Apakah ada gunanya semua ini?"
Tapi aku memutuskan untuk tetap melanjutkannya.

Lewat beberapa waktu, responnya mulai berubah. Saat ku bilang:  "I love you " dia menjawab:  "iya" (mm.. Apa ini bisa di sebut sebuah kemajuan ??)

Lewat beberapa waktu lagi responnya ternyata semakin membaik, ia tidak hanya tersenyum dan menjawab “ iya,” tapi juga berkata:  "I love you too"
Berulang kali ia berkata : "I love you too"
Lewat beberapa waktu ... aku tidak lagi bilang:  "I love you."
Tapi dia yang bilang: "I love you" dan aku menjawab: "I love you too"

Akhir cerita, tidak masalah siapa duluan yang mulai mengucapkan "I love you"
Tapi bagi kami tiada hari yang terlewatkan tanpa mengucapkan “AKU CINTA PADAMU.”

Tentu saja kata-kata “I love you” bisa menjadi sebuah kalimat kosong. Dan mengucapkannya hanya sebagai bagian dari rutinitas yang menjemukan, bila tidak di renungkan maknanya, sambil sesekali mengenang detail kisah romantis dulu dan terus menciptakan momen-momen yang indah bersamanya di setiap kesempatan.

Take time to love and to be loved.
Mudah-mudahan dengan demikian kisah cinta kita seindah di dunia dongeng yang  ending nya selalu: “…….. And they live happily ever after.”

Selasa, 18 Oktober 2011

BELAJAR MEMBERI

Pada suatu Sabtu di bulan Juli saya mengkoordinir sebuah acara sosial. Kami mengundang siswa-siswi dari sebuah TK untuk anak-anak kurang mampu dari sebuah tempat di pinggiran Jakarta, ke sebuah restoran waralaba yang terkenal karena ayam gorengnya yang renyah dan enak. Pagi itu sekitar pukul sembilan pagi dengan sebuah bis yang sengaja kami sewa mereka tiba di pusat perbelanjaan besar di Jakarta Utara di mana lokasi restauran berada. Dengan senyum menghiasi wajah mereka dan langkah ringan namun bersemangat mereka masuk dan langsung menuju lokasi restoran yang memang berada di bagian depan pusat perbelanjaan tersebut. Saya menduga-duga mungkin ini pertama kalinya mereka masuk ke pusat perbelanjaan semegah ini dan masuk ke restoran lalu makan makanan yang untuk sebagian besar kita adalah makanan biasa. Saya dan beberapa teman yang menjadi sukarelawan menyambut mereka dan menggandeng mereka satu persatu untuk segera naik ke lantai dua. Acara segera akan dimulai. Tamu-tamu agung sudah datang.

Acara dipimpin oleh MC dari retauran tersebut. Bak acara ulang tahun orang gedongan permainan demi permainan diadakan. Sang MC sangat ahli dan terlihat sudah sangat terbiasa memandu acara yang dihadiri oleh anak-anak. Terbukti anak-anak dan kami orang dewasa sangat tertarik mengikutinya. Kami sama-sama tertawa terbahak-bahak ketika ada yang lucu dari permainan itu, atau ketika sang MC mengajukan pertanyaan berupa lagu yang menjebak. Terlihat wajah-wajah berbahagia dari anak-anak tersebut. Lagi-lagi saya berpikir jangan-jangan ini acara meriah pertama yang mereka hadiri. Mungkin saja.

Selain acara permainan, kami juga memberikan sepatu, tas sekolah lengkap dengan buku tulis dan alat-alat tulis. Lengkaplah sudah kegembiraan mereka, kami sudah memberikan sukacita itu kepada mereka, itu yang saya pikirkan. Siapa nyana hari itu saya belajar tentang ketulusan memberi dari anak-anak kurang mampu ini.

Ketika giliran makan, para sukarelawan mengantarkan mereka satu-persatu untuk mecuci tangan, sebuah pendidikan kebersihan diri yang penting. Lalu mengantarkan mereka ke meja di mana sebagian dari kami sudah menyiapkan makanan berupa nasi, ayam goreng dan soft drink. Sebelum makan tidak lupa berdoa, bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas berkat-Nya. Setelah berdoa satu persatu mereka membuka kotak makanan di depan mereka. Kakak-kakak sukarelawan membantu mereka membuka kotaknya, sebagian dengan telaten membantu menguliti ayam goreng menjadi potongan-potongan kecil agar mudah masuk ke mulut-mulut mungil mereka dan mengunyahnya.

Istri saya memperhatikan seorang anak yang tidak membuka kotak makanannya, lalu memberitahu saya.

Dengan lembut saya bertanya: “Adik, kenapa tidak di makan? Sini Kakak bantu membuka kotaknya.”

Dengan gelengan perlahan si adik kecil menjawab: “Saya tidak mau makan, ini buat ibu di rumah.”

Saya dan istri menjadi tidak bisa berkata-kata alias speechless. Si kecil yang saya yakin seyakin-yakinnya tidak pernah makan makanan seperti itu, masih ingat kepada ibunya di rumah. Dengan tulus dia tidak memakan dan memilih untuk mempersembahkannya kepada sang bunda. Dia memilih diam dan mengilar melihat teman-temannya makan dengan lahap.

Saya jadi teringat kepada cerita Tuhan Yesus tentang pemberian seorang janda miskin yang tercatat di dalam injil Markus 12:41-44. Komentar Tuhan Yesus tentang pemberian janda tersebut yang secera jumlah sangat sedikit dibandingkan dengan pemberian orang-orang kaya adalah:

“Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Lukas 12:43-44

Janda itu memberi dari kekurangannya, dengan tulus dia memberi persembahan buat Tuhan. Tuhan melihat hati dan bukan jumlah persembahan. Manusia melihat jumlah dan bukan ketulusan hati si pemberi.

Kembali kepada si adik kecil. Dia memberi dengan ketulusan hatinya. Dia tahan lapar dan air liurnya demi sang ibu. Lain kali belum tentu dia dapat makan makanan seperti itu, minimal tidak dalam waktu dekat, namun dia rela memberi dari kekurangannya.

Ketika acara selesai ternyata banyak dari siswa-siswa TK tersebut yang tidak menghabiskan ayam goreng tersebut, dengan alasan akan dilanjutkan makannya buat sore, sayang jika dihabiskan cepat-cepat dan banyak dari mereka menyisakannya agar adik, kakak atau orang tuanya dapat mencicipi ayam goreng khas negeri Paman Sam tersebut.

Tanpa mereka sadari sesunggunya mereka sedang mengajari saya tentang makna memberi. Saya belajar dari ketulusan mereka. Saya belajar.