Jumat, 15 Juli 2011

WU XIA

Pelanggaran, Hukum dan Pengampunan

Adakah kesempatan kedua bagi seorang penjahat kejam untuk dia melupakan masa lalunya dan memulai sebuah hidup baru di dalam pertobatan tanpa kejaran hukum dan masa lalu? Itulah pertanyaan yang coba diajukan oleh Liu Jin-xi (Donny Yen), seorang pembunuh kejam dan putra tunggal dari klan pembunuh kejam. Di samping itu Xu Bai-jiu (Takeshi kaneshiro), seorang detektif polisi juga bergelut dengan pertanyaan mana lebih penting? Menegakkan hukum? Atau mengikuti hati nurani? Kedua pertanyaan inilah yang coba dijawab dan digambarkan di dalam film Wǔxiá (Wu Xia) (Traditional Chinese: 武俠; Simplified Chinese: 武侠; pronounced "woo seeyah") literally meaning "martial arts chivalry" or "martial arts heroes" or "swordsman"), yang di sutradarai oleh Peter Chan.

Secara singkat film Wu Xia bercerita tentang Liu Jin-xi (Donny Yen) seorang pemilik toko kertas di sebuah desa kecil dan damai di Yunan. Ketenangan hidup Liu Jin-xi terusik ketika dia berhasil membunuh dua orang perampok kejam yang sudah lama menjadi buronan polisi, yang mencoba merampok tokonya. Kejadian ini menyulut keingintahuan detektif polisi Xu Bai-jiu (Takeshi Kaneshiro), karena bagaimana mungkin seorang desa sederhana bisa membunuh dua orang perampok, yang sudah terkenal kekejaman dan kelihaiannya? Ternyata memang Liu Jin-xi bukanlah orang desa sederhana, identitas aslinya adalah Tang Long, salah seorang anggota klan 72, sisa-sisa klan Tanguts (mantan penguasa Xixia, sebuah negara tetangga China) yang menjadikan pemerkosaan, penjarahan/perampokan dan pembantaian sebagai sebuah gaya hidup.

Suatu kejadian di rumah penjagal hewan merubah hidupn Liu Jin-Xi, yang segera melarikan diri ke sebuah desa terpencil dan menikah dengan janda 1 anak bernama Ayu (Wei Tang). Tang Long berusaha bertobat dan memulai hidup baru sebagai Liu Jin-xi, tapi apa daya hukum dan klan Tanguts tidak mengijinkannya berubah.

Di dalam film ini kedua pertanyaan di atas mengemuka dengan nyata. Liu Jin-xi mewakilkan seseorang yang ingin hidupnya berubah, adakah kesempatan kedua baginya? Apakah keinginan untuk berubah tanpa dakwaan masa lalu adalah sebuah kenihilan atau kenyataan? Apakah masa lalunya mengijinkannya berubah? Sebaliknya detektif polisi Xu Bai-jiu (Takeshi Kaneshiro) mewakilkan pertanyaa apakah hukum akan tutup mata terhadap dosa-dosa masa lalu, hanya karena orang tersebut menyatakan diri mau bertobat?

Bagi Xu Bai-jiu hukum adalah sesuatu yang kaku. Dia berdiri tegak bagai batu karang aturan yang tidak bisa tidak harus dilaksanakan siapapun pelakunya dan apapun resikonya. Di film ini kekakuan hukum terlihat ketika diceritakan dengan singkat detektif Xu, yang tanpa tedeng aling-aling menangkap calon mertuanya yang kedapatan menjual obat palsu, yang mengakibatkan sang calon mertua bunuh diri karena malu. Padahal obat palsu tersebut tidak membahayakan orang yang membelinya. Hubungannya dengan tunangan menjadi rusak. Namun bagi detektif Xu, hal tersebut adalah resiko dalam penegakkan hukum. Kekakuan pelaksanaan hukum ini dipertanyakan oleh anak buahnya yang mengatakan: Jika hukum tidak bisa menolong orang yang bertobat, apakah gunanya hukum tersebut? Di tangan Xu, hukum bukan lagi sebagai pengendali tingkah laku manusia melainkan sebagai alat penghukum yang kejam dan tanpa perasaan.

Hal ini juga yang dipertanyakan oleh Tuhan Yesus ketika menghadapi penegakkan syariat Taurat yang kaku: Kemudian Ia berkata kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?" Lukas 14:5, menurut adat istiadat Yahudi, selama hari Sabat seseorang tidak boleh melakukan aktivitas apapun, namun Tuhan Yesus mempertanyakannya, jika anakmu terperosok? Apakah engkau akan membiarkannya menderita bahkan sampai meninggal hanya karena kejadian itu terjadi pada hari Sabat? Mana lebih penting? Hidup manusia atau hukum?

Jika berlandaskan pada hukum maka tidak ada manusia yang bisa bebas dari murka Allah. Roma 3:23 mengatakan: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Dan “.......upah dosa ialah maut.” Roma 6:23. Jika berlandaskan hukum maka nasib perempuan di tepi sumur di Samaria, wanita yang kedapatan berzinah, Zakheus bahkan Saulus akan terbuang selamanya di api neraka. Tapi syukur kepada Allah bahwa ada anugerah. Upah dosa memang maut, “......tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”

Keselamatan adalah anugerah. Paulus di dalam Efesus 2:8-9 menuliskan:

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”

Tidak ada seorangpun yang dapat mengerjakan atau membeli keselamatan. Karena jika seseorang mampu melakukannya berarti dia lebih hebat atau minimal sama dengan Tuhan, jika seseorang lebih hebat atau minimal sama dengan Tuhan maka dia tidak perlu Tuhan lagi karena dia sudah menjadi Tuhan.

Oleh karena keselamatan adalah suatu kenihilan bagi manusia maka Allah memberikannya gratis, sebagai suatu anugerah bagi manusia. Hukum anugerah inilah yang membedakan kekristenan dengan hukum-hukum yang lain. Apakah dengan anugerah orang bisa seenaknya berbuat dosa? Tentu tidak. Justru ketika mendapatkan anugerah yang besar seseorang akan dengan sungguh-sungguh menjalani hidup dengan benar. Kebebasan yang disertai tanggung jawab selalu ada di hatinya.

Wajah kasih karunia ini tergambar melalui wujud istri Liu Jin-xi, Ayu (Wei Tang) yang menerima suaminya apa adanya meski tanpa identitas dan juga terlihat meski sekilas namun amat kuat tergambar melalui peran mantan kekasih Xu Bai-jiu. Untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan Tang Long hakim meminta sogokan 20 tael perak, sementara gaji Xu Bai-jiu sebagai detektif polisi hanya 2 tael perak setahun, untuk suksesnya tugas Xu, sang mantan tunangan memberikan uangnya 20 tael perak, meskipun dia sangat membenci Xu, yang mengakibatkan ayahnya bunuh diri.

Kasih karunia mampu melihat melampaui kekakuan kebencian, ketakutan dan hukum. Kasih karunia melihat lebih jauh dan lebih dalam melampaui apa yang hukum mampu lihat. Hukum hanya melihat bentuk fisik, namun kasih karunia melihat ke dalam hati manusia. Contohnya adalah hukum tidak bisa menghukum kejahatan yang belum dilakukan, namun bagi kasih karunia yang melihat sampai kedalaman hati manusia, sudah menilai keinginan sebagai suatu kejahatan (Matius 5:28 “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”). Sebaliknya hukum hanya mampu mengatur keteraturan hidup manusia sebatas luar, namun tidak mampu merubah natur keberdosaan manusia, namun kasih karunia mampu mengubah natur keberdosaan manusia dan menjadikanya manusia baru.

Tanpa penerimaan tulus istrinya dan seluruh penduduk desa apakah Tang Long yang kejam bisa berubah menjadi Liu Jin-Xi yang lemah lembut? Film menggambarkan bagaimana Liu Jin-Xi kembali berubah menjadi Tang Long karena kejaran masa lalu yang terus menerus mengejar dan mendakwanya. Dari mana klan Tanguts mengetahui keberadaan Tang Long? Hakim yang tidak jujur yang disuap oleh Xu dengan 20 tael perak untuk mengeluarkan surat penangkapan Tang Long, menjadi serakah dan mengharapkan imbalan dengan mengadukannya ke klan Tanguts. Dari sinilah masa lalu mengejar Liu Jin-Xi dan memaksanya berubah menjadi Tang Long, namun sekali lagi hanya kasih karunia yang menjadikannya sekali lagi sebagai Liu Jin-Xi. Apakah yang merubah hidup Zakheus? Apakah yang merubah perempuan berdosa yang di bawa ke Tuhan Yesus? Atau perempuan di tepi sumur Samaria? Atau apakah yang merubah hidup Paulus? Dan hidup jutaan orang lainnya? Bukan hukum yang kaku melainkan kasih karunia. JLI

Tidak ada komentar: